Bantahan menteri Indonesia atas pemerkosaan massal 1998 dikecam aktivis dan pejabat

Bantahan menteri Indonesia atas pemerkosaan massal 1998 dikecam aktivis dan pejabat

Bantahan menteri Indonesia atas pemerkosaan massal 1998 dikecam aktivis dan pejabat

Liga335 – JAKARTA: Penyangkalan seorang menteri Indonesia atas pemerkosaan massal yang terjadi pada masa kerusuhan 1998 dikecam oleh para aktivis hak asasi manusia dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon bahwa pemerkosaan massal itu “hanya kabar angin” dan “rumor” telah memicu kekhawatiran baru atas rencana pemerintah untuk menerbitkan buku sejarah baru yang menurut beberapa sejarawan menghilangkan pelanggaran hak asasi manusia yang besar.
“Apa yang sebenarnya terjadi?

Kita tidak pernah benar-benar tahu, karena tidak pernah ada bukti yang kuat. Siapa yang mengatakan itu adalah pemerkosaan massal? Itu semua hanya desas-desus, dan rumor seperti itu tidak akan menyelesaikan apapun,” kata Fadli dalam sebuah podcast minggu lalu dengan media IDN Times.

Dia membahas rencana pemerintah untuk merevisi narasi sejarah resmi Indonesia dengan meluncurkan 10 jilid buku sejarah baru selama Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.
Berlangganan Rangkuman Pagi, kurasi otomatis dari berita-berita utama kami untuk mengawali hari Anda. Layanan ini tidak ditujukan untuk orang yang memiliki Dengan mengklik berlangganan, saya setuju untuk menerima pembaruan berita dan materi promosi dari Mediacorp dan mitra Mediacorp.

Memuat Memuat
Proyek ini telah menjadi sorotan para sejarawan dalam beberapa pekan terakhir, setelah draf setebal 30 halaman mulai beredar di kalangan terbatas.
Pernyataan Fadli mengenai pemerkosaan massal tersebut bertentangan dengan temuan-temuan sebelumnya, termasuk dari tim pencari fakta yang dibentuk pemerintah yang laporannya mendokumentasikan 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 pemerkosaan, pada tahun 1998.
Laporan tersebut diterima oleh mantan Presiden BJ Habibie, yang menyatakan penyesalannya atas kekerasan tersebut, kata Komisioner Dahlia Madanih dari Komnas Perempuan pada hari Minggu (15/6).

“Mengingkari temuan resmi dari tim pencari fakta berarti mengingkari kerja kolektif bangsa ini dalam mencari keadilan,” kata Dahlia, seperti yang dilaporkan oleh kantor berita Indonesia, Antara.
“Para penyintas sudah terlalu lama menanggung beban dalam diam. Penyangkalan ini tidak hanya menyakitkan tetapi juga melanggengkan mpunitas,” katanya.

Kerusuhan di Indonesia pada tahun 1998 berawal dari gejolak ekonomi dan kemarahan yang memuncak terhadap pemerintahan otoriter mantan Presiden Suharto. Warga Tionghoa-Indonesia menjadi sasaran dalam kerusuhan yang terjadi di berbagai kota pada bulan Mei tahun itu, beberapa hari sebelum Suharto mengundurkan diri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *